Minggu, 31 Januari 2016 | 03:59 WIB
Direktur Utama PT Pertamina, Dwi Soetjipto, keluar dari mobil listrik saat peluncuran dan penyerahan mobil listrik di Gedung Rektorat, Institut Teknologi 10 Nopember, Surabaya, 17 Januari 2015. TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO, Jakarta – Ikatan Alumni Institut Teknologi Sepuluh November (IKA ITS) berkomitmen mewujudkan Indonesia menjadi poros maritim dunia yang termaktub dalam lima pilar utama sebagaimana disebutkan Presiden Jokowi.
“Kami memberikan usulan ukuran untuk mencapai pilar tersebut,” kata Ketua IKA ITS Dwi Soecipto dalam acara Focus Group Discussion IKA ITS di Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu, 30 Januari 2016. Saat ini, Dwi menjabat Direktur Utama Pertamina.
Presiden Joko Widodo memaparkan lima pilar itu dalam KTT Asia Timur (East Asian Summit) beberapa waktu lalu. Pertama, Dwi Soecipto mengatakan, budaya maritim harus menjadi jiwa hidup Indonesia. Parameternya, ia mematok 70 persen gross domestic product (GDP) berasal dari laut.
Selain itu, Soecipto berujar, untuk mewujudkannya Indonesia menjadi exportir hasil budi daya laut terbesar di seluruh dunia. Selain itu, Indonesia berdaulat atas pangan laut, energi dari laut. “Artinya tidak ada lagi import produk dari laut, seperti garam dan lain-lain,” kata dia.
Kemudian, biaya logistik diharapkan menjadi murah yang ditandai dengan harga komoditas yang relatif sama di seluruh Indonesia. Tolok ukur lainnya, laut Indonesia harus dalam kondisi aman dan nyaman sehingga bisa menjadi pusat bisnis maritim dunia.
Parameternya, area laut Indonesia harus bebas dari pencurian ikan, sabotase, perampokan, pembajakan, dan penyelundupan narkotika.
IKA ITS juga mengajukan saran agar diplomasi internasional dikerahkan bahwa perairan Indonesia merupakan alur pelayaran internasional yang lebih besar dari Terusan Suez, Panama, maupun Gibraltar, hal ini juga termasuk dampak ekonominya.
Selain itu, secara nominal, IKA ITS berharap finansial pemerintah dapat memperoleh pendapatan per tahunnya dari sektor maritim sebesar USD 771 miliar atau setara dengan Rp 2.036 triliun apabila nilai kurs dolar seperti sekarang.
Pendapatan pemerintah yang dimaksud meliputi sub sektor perikanan, wilayah perikanan, pesisir, geoteknologi, wisata bahari, minyak bumi, gas, dan mineral, energi, transportasi laut, dan industri maritim. Nilai ini dinilai melebihi RAPBN senilai 1.800 triliun.
Menurut Dwi Soecipto, peran BUMN dalam menjadikan Indonesia sebagai poros maritim akan sangat besar karena peran yang dominan di sektor kemaritiman, seperti industri kapal, anhktan laut, dan lainnya berada di bawah BUMN.
“Pemerintah akan memberikan kesempatan yang luas bagi perusahaan swasta nasional untuk mampu mengelola kekayaan maritim yang masih kurang dari 5 persen dari potensi yang ada,” kata Dwi.
Adapun lima pilar utama yang diusung Presiden Jokowi, pertama, pembangunan kembali budaya maritim Indonesia. Pilar kedua adalah komitmen menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama.
Pilar ketiga adalah komitmen mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut dalam, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata maritim.
Keempat, diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama pada bidang kelautan. Terakhir adalah sebagai negara yang menjadi titik tumpu dua samudera, Indonesia berkewajiban membangun kekuatan pertahanan maritim.
LARISSA HUDA